Thursday, January 24, 2008

Handmade

Busana, aksesoris, perhiasan buatan tangan (handmade), tidak hanya memiliki elemen estetis yang tinggi. Melainkan juga menyimpan gengsi, idealisme, serta keindahan lain yang tidak semuanya kasat mata.

Di jaman yang mendewakan teknologi, dimana suatu produk bisa dirancang, dibuat detail dengan mesin sehingga tercipta produk yang seragam dalam jumlah ribuan atau bahkan jutaan, maka kiranya suatu produk terlebih yang bersinggungan dengan dunia fashion yang dirancang dan dibuat dengan tangan manusia bisa menjadi sesuatu yang eksklusif. Berbagai produk yang diselesaikan dengan detail sentuhan tangan bukan hanya keragaman bentuk yang diperoleh, tetapi juga keunikan yang memancarkan idealisme, gengsi serta kecintaan pada craftsmanship yang telah ada dalam budaya manusia sejak dulu. Simak saja peninggalan-peninggalan sejarah baik berupa mahkota, gelang, kalung, keris yang semuanya hasil olahan tangan, semuanya menampilkan karya yang agung. Saat itu emang mereka para pemakai barang tsb menempati strata tertentu dalam social kemasyarakatannya, terutama keluarga para petinggi kerajaan.

Bagaimana dengan saat ini? Di Indonesia, apresiasi masyarakat terhadap hasil kreasi tangan emang belum sebesar orang luaran sono. Khusus tas berbahan natural (maklum kita jualannya tas, Bos !) ternyata emang pangsa terbesar juga keluar, sebab sebagian orang kita ketika tahu tas berbahan pandan atau enceng yang harganya terkadang ‘lumayan’ mereka malah komentar :

“Halah, tas gitu aja kok mahal, apa sih bagusnya! Lagian bahannya kan sering kita liat di sekitaran”

Tetapi bagi yang mampu memberi apresiasi positif mereka setidaknya akan bilang :

“Cakep bener tasnya, unik ya, masa bahan yang kayak gitu bisa dibuat tas yang fashionable gini”

Bisa jadi orang kedua ini mampu menghargai ‘riwayat’ tas tsb. Semisal pandan seagrass, hampir di semua pesisir pantai terlihat tanaman pandan yang daunnya berduri tsb, ataupun enceng gondok yang sebelum ketahuan manfaatnya seperti ada anjuran untuk dimusnahkan sebab emang tanaman enceng ini perkembangannya cukup cepat sehingga terkadang menutup luasan air semisal waduk Jatiluhur pun bisa tertutup hanya dalam hitungan bulan, juga ada tanaman Gebang (bentuknya seperti tanaman palm kipas) biasanya ada di hutan2, ternyata daun dan pucuk daunnya mampu menjadi serat agel dan gajih. Oleh orang2 kreatif tanaman bisa ini bisa menjadi sesuatu yang mempunyai nilai, dan dalam perkembangannya mampu menghidupi dan menjadi tumpuan hidup bagi banyak perajin di Tasikmalaya, Yogyakarta juga Banyuwangi. Gambaran hasil karya mereka coba diliat di http://rattanibags.blogspot.com/

Artinya ketika barang yang sepertinya tidak punya nilai setelah menjadi tas yang fashionable spt itu dan berharga ‘lebih’ mereka mengapresiasinya bukan karena nilai bahan mentahnya, tapi riwayat dan proses kreativitas yang melahirkan barang tsb juga turut menentukan nilai.

Bagi yang mengenal tas kreasi Emile-Maurice Hermes sejak tahun 1920-an sampai sekarang, tas dan aksesori berlabel Hermes, Gucci juga Virgin Rosa tetap mempertahankan proses pengerjaan dengan kreasi tangan, dan kita tahu berapa harganya ???

Merek2 seperti Kade-Spade, The Sak, Coach, beberapa article-nya juga menampilkan tas2 handmade, dan jangan salah juga ketika suatu saat Anda menjumpai tas2 rotan, enceng, rajut, dan pandan dengan label tsb mejeng di butik2 terkenal baik di Jakarta atau di luaran dengan harga yang wah!, bisa jadi itu awalnya hasil tangan2 terampil dari Bantul, Sentolo, Moyudan dan Nanggulan Yogyakarta, walaupun terkadang tidak semua proses finishing mereka yang mengerjakan. Ketika proses finishing mereka menunjuk supplier khusus, beberapa di Yogyakarta juga, untuk pengerjaannya dengan standar spesiafikasi dan kualiti yang mereka tetapkan dengan sangat ketat. Jadi jangan salah, Bung!

Bagaimana dengan Rattani-ku? Saat ini belum seperti itu, tapi aku mohon semua mau meng-amini bahwa suatu saat aku mampu seperti itu. Amiiiin ya rabbal ‘alamiin

No comments: