Dalam suatu pameran produk ekspor di
“Mas, di Jogja kayaknya nggak ada sampah ya!”
“Maksudnya?” sedikit heran aku balik bertanya.
“Lha itu buktinya, hampir semua bahan bisa dijadiin handicraft dan dijual” begitu teman tadi memberi jawaban.
Geli juga mendengar jawaban dia. Tapi setelah aku pikir kayaknya beralasan juga komentar temen tadi. Sebab tempurung kelapa bisa dibuat asesoris, ditempel di mebel, dipake frame photo dan macem2 lainnya.
Daun, bunga, biji tanaman yang dikeringkan kemudian dirangkai menjadi berpuluh mungkin beratus item handicraft yang unik.
Craftmanship orang2 Jogja sepertinya sudah terbukti dari banyaknya hasil karya handicraft yang tercipta. Entah sudah berapa juta item dan tonase barang tersebut terkirim keluar negeri, mulai dari mebel, home decoration, asesoris, tas dll. Dan sampai saat inipun masih berlangsung, dan sepertinya sampai kapanpun tidak akan berhenti. Sebab kreatifitas dan inovasi baru selalu bermunculan tak pernah mandeg.
Kesadaran masyarakat dunia sejak awal tahun 90an untuk kembali produk2 alamiah dan bisa di-recycle, ternyata memberi dampak positif dan memberi peluang pasar yang sangat besar terhadap produk2 handicraft tersebut. Pesaing utama dalam memperebutkan pasar tersebut berasal dari
Khusus tentang natural fashion bags juga punya cerita tersendiri. Dulu mungkin kita mengenal manfaat pandan (seagrass) hanya untuk tikar yang mungkin ‘hanya’ berharga ribuan, tapi saat ini seagrass tersebut bisa berharga puluhan, ratusan ribu, bahkan jutaan untuk label sekelas Coach, untuk satu tasnya. Juga serat agel dari tanaman Gebang, mungkin masyarakat terutama sekitar hutan sebelumnya hanya mengenal manfaatnya untuk tali kayu bakar yang dia jual, tapi ketika dijadikan tenun, ataupun dirajut dipadu dengan bahan lain semisal benang nylon harganya juga bisa puluhan, ratusan ribu sampai jutaan untuk merk sekelas The Sak.
Sekali lagi, jangan salah label-label tersebut dikerjakan di Jogja, tenaga pengrajinnya ada dari Bantul, Sleman, Kulonprogo. Dan jangan salah juga para pengrajin yang mengerjakan Rattani-bags juga orang-orang yang pernah mengerjakan label2 tsb. Artinya mereka telah tahu dan terbiasa dengan detail dan kualitas sekelas label tsb. Selain label itupun mereka telah terbiasa untuk mengerjakan order yang terkirim untuk Amerika, Eropa, juga Jepang. Tahu sendiri standar kualitas mereka. Jadi ‘kelasnya’ bukan seperti tas2 yang dipajang di emperan Jalan Malioboro, Pasar Beringharjo Jogja ataupun yang di Pasar Sokawati
Walaupun sedikit lebih mahal dari Malioboro, sebab kata pepatah Perancis : Ono rego ono rupo , intinya beda kualitas tentunya beda harga donk, tapi masih jauuuuh dibawah harga butik2 di