Monday, September 19, 2011

Aku jg pernah 'selingkuh'

Yap, ini serius ga bohong ... ketika selingkuh diartikan sebagai menduakan, men-tigakan ..... sesuatu yg menjadi pilihan pertama kita. Dan jelas jg bahwa hati nurani kita akan merasa bersalah, berdosa sebelum kemudian otak kiri dan ego kita memberikan apologi 'pembenaran' alasan 'perselingkuhan' tersebut .....

Weitttsss ..... tunggu dulu, jangan berprasangka terlalu jauh dulu. Ini bukan masalah rumah tangga, ataupun perselingkuhan cinta, tapi 'perselingkuhan' kerja !

Mangsudnya ??

Ketika masih berstatus sebagai 'karyawan' (bukan berarti sekarang nyombong sebagai juragan ato bos), aku lebih dari tiga kali pindah kerjaan. Tapi satu hal yang relatif sama, ternyata aku sebenarnya ga terlalu kerasan. Boring n suntuk dgn kerjaan biasanya kepake untuk surfing internet, ngobrol dgn temen kerja yang sama sekali ga ada hubungan masalah tanggung jawab kerjaan, bahkan pernah juga nyuri waktu untuk tidur pada jam kerja. Sepertinya sekedar menghabiskan waktu menunggu jam pulang.

Ketika di lapangan pun seringkali menyempatkan mampir entah kemana yg jelas itu semuanya ga ada hubungannya dgn kerjaan. Terlebih ketika dorongan pingin buka usaha sendiri mulai kenceng, nada-nada 'perselingkuhan' mulai menggoda dgn penuh kesadaran. Dilematis, nurani yang merasa bersalah karena kemudian memanfaatkan waktu, tenaga, pikiran, serta fasilitas kantor tidak cuma untuk kerjaan kantor (walaupun emang kemudian membuat 'pembenaran' sendiri) tapi juga 'menyempatkan' semua hal tsb untuk menduakan, men-tigakan pekerjaan. Mungkin kalo hal tsb dilakukan di luar jam kantor, ga masalah, sah2 saja ..... masalahnya ini aku lakukan pada jam kantor parahnya seringkali menggunakan fasilitas kantor ......

Bisa jadi kejadian yang analog dgn yg aku alami di atas sudah jamak terjadi, bukan sesuatu yang aneh, jangan2 malah ketika aku merasa 'mempermasalahkan' ini malah dianggap aneh ....
Tapi coba, sebelum memberikan sederet 'pembenaran' oleh olahan otak kita, rasakan dulu dengan nurani yang pastinya jujur, kira2 bener2 nyaman ngga kita melakukannya, ato setidaknya coba bayangkan seandainya kita berlaku sebagai pemilik perusahaan yang kemudian mendapati polah karyawan kita spt itu ...

Rasa ngga nyaman yang aku rasakan saat itu yang kemudian menuntunku memilih keputusan resign. Alasan tambahannya aku pingin menjemput keberkahan (sebab keberkahan bukan sekedar ditunggu), aku pingin mampu memberi manfaat n mencukupkan orang lain sb dgn begitu, yakin bahwa otomatis aku n keluargaku jg akan tercukupi ....
Trigger-nya, kemudian ada nasehat Pak Haji Alay (sesepuh Komunitas Tangan Di Atas) kurang lebihnya,"Seratus rupiah hasil kamu jualan kerupuk sendiri Insya Allah lebih barokah dibanding satu juta kamu di-GAJI orang lain" (maaf bkn bermaksud mendeskreditkan yg saat ini msh sbg karyawan ...)
Ini masalah KEYAKINAN HATI yg sifatnya sangat personal ...
Dan alhamdulillah ternyata Allah punya cara yang sangat elegan untuk 'memaksaku' resign dari perusahaan.

Bagaimana dgn kondisi hasil yang sekarang ...?? sambil menunggu ajal menjemput semuanya msh berproses. Dan rasanya lebih nyaman mengingat n mensyukuri yg telah Allah berikan dibanding mempermasalahkan hal2 blm didapatkan ......
.

No comments: