Showing posts with label Umum. Show all posts
Showing posts with label Umum. Show all posts

Tuesday, January 22, 2013

Salak Pondoh, Oleh-oleh Khas Yogyakarta


Salak Pondoh, merupakan salah satu oleh2 khas Yogyakarta, hubungi 082138909096 utk Pesan Layan Antar wilayah Jogja. Budidaya Salak Pondoh ini banyak dilakukan oleh petani di Turi, Sleman, Yogyakarta. Salak Pondoh Turi mempunyai tekstur dan rasa yang berbeda dibanding salak pondoh Sleman yang lain. Hal ini kemungkinan lebih disebabkan oleh kondisi tanah dan klimatologi daerah tersebut. Sehingga tidak heran jika kemudian pasar salak banyak yang menginginkan kiriman dari daerah tersebut. Kondisi ini ‘memaksa’ harga salak pondoh khususnya Salak Pondoh Turi menjadi lebih mahal dibanding salak pondoh sejenis.

Jenis Salak Pondoh
Salak pondoh mempunyai beberapa jenis yang dibagi berdasar :
a.       Tekstur rasa dan warna kulit :
Di samping jenis salak pondoh biasa yang memang bertekstur buah kres, rasa manis tanpa kesat dan asam, dibungkus warna kulit buah kecoklatan, ada jenis salak pondoh lain di pasaran, yaitu “ :

Friday, September 14, 2012

CITA-CITA ANAK


Lumayan lama ga update blog ini, terlebih akhir2 ini punya mainan baru di http://www.indonesiaprofitclicking.com (padahal masih ada 3 domain lain yang sudah dibeli tapi belum digarap kontennya, ibarate pesen kapling dulu tapi belum dibangun hehe)
Bicara tentang cita2 anak, ato juga cita2 semasa kita anak2 seringkali menemukan beragam kelucuan. Walaupun ada yang berbeda kultur kita dulu dengan anak2 era sekarang. Dulu, cita2 anak seringkali yang terungkapkan terdengar sangat ‘umum’ dan seperti ga banyak pilihan varian. Arsitek, insinyur, dokter, pilot, guru adalah beberapa contoh pilihan yang umum diinginkan anak2 jaman dulu. Tak banyak yang berani (terlebih di depan guru sekolah ataupun orang tua sekalipun) bercita2 menjadi artis, seniman, penulis ato pun hal2 lain yang dianggap ’berbeda’ bahkan aneh dan mungkin dianggap tidak memberi jaminan status dan finansial.
Sangat berbeda dengan anak2 era sekarang yang secara kultur lebih bisa ‘terbuka’, dan beberapa profesi yang dulu dianggap tidak mampu memberi jaminan status sosial dan finansial saat ini telah berbeda kesimpulan. Weiitts ...lha kok dadi serius ! (sori sekedar prolog aja)

Tuesday, January 10, 2012

Ngapain Sedekah Sedikit Ga Ikhlas …


Lha kok ?!
Iya, sebab sering kita mendengar komen yang saya anggap ‘jebakan syetan’, semisal :
  • Buat apa sedekah kalo ga ikhlas … (siapa juga yang berhak menilai, selain Allah Yang Maha Mengetahui. Mangkanya diikhlasin sedekah, gitu aja kok repot)
  • Sedekah kok dipamer2in … (daripada dipamer2in tapi ga sedekah)
  • Lebih baik sedekah sedikit yang penting ikhlas … (mendingan banyak dan ikhlas)
  • Sedekah itu seikhlasnya … (yang gini biasanya sedikit, dan siapa bilang sedekah harus nunggu ikhlas)
  • Senyum itu juga sedekah kok … (ga salah, tapi senyum ga bisa untuk beli beras, untuk makan ato untuk bayar sekolah)
  • Saya sedekah dengan doa … (ga salah, idem dengan sedekah senyum, n yakin loh doa ente terkabul?)

Wednesday, January 4, 2012

Indahnya Ajal (2)

Melanjutkan tulisan yang pertama Indahnya Ajal ... semoga ini menjadi tambahan bahan tafakur kita untuk mempersiapkan sebuah episode kepastian dalam hidup kita. Ya .. ajal adalah sebuah kepastian yang kita tidak tahu kapan datang, kita hanya dituntunkan untuk mempersiapkan akhir bahagia (khusnul khotimah) atau akhir derita (su'ul khotimah) ...

Adalah Bp Muhammad Paidi, imam Masjid Labasan Pakem, yang pada Jum'at 30 Desember 2011 selepas Sholat Isya beliau dipanggil Allah berpulang dalam kondisi BERSUJUD .... Subhanallah !!!

Hari itu beliau sempat khotbah Jum'at menggantikan imam lain yang telah dijadwal tapi ternyata berhalangan hadir. Ngga ada yang terlalu berbeda dalam isi khotbah beliau hari itu. Sore harinya beliau merasa kurang enak badan, sehingga berencana memeriksakan diri kondisi kesehatannya. Selepas maghrib beliau meminta salah satu anggota keluarganya untuk memanggil tenaga medis dari RS Panti Nugroho Pakem, dan dijanjikan datang selepas Isya.

Monday, December 5, 2011

Indahnya Ajal ... (Latifatunnisa & H. Wakidi)

Ajal, satu dari sekian banyak rahasia yg menjadi hak prerogatif Allah. Tidak ada yang tahu, kapan, dimana, dan bagaimana masing2 diri kita menemuinya. Semuanya menginginkan khusnul khotimah - akhir yang baik, pastinya!. Dan agama sebenarnya menuntunkan agar kita 'berpeluang' menjadi khusnul khotimah, hanya saja dalam hal ini Hasil Akhir tersebut SANGAT ditentukan Proses sebelumnya, tidak bisa dimanipulasi, tidak bisa instan dikondisikan happy ending ...


Kemarin, 05 Desember 2011 menjadi hari yang kembali memberikan ruang dan waktu atas kesadaranku untuk lebih mengingat ajal tadi. Yang pertama kabar meninggalnya Latifatunnisa (19 bln), yang beberapa waktu dirawat di RS Sardjito Jogjakarta. Sebenarnya aku sendiri ga mengenal langsung adik kecil ini juga keluarganya. Aku mengenal namanya dari Gerakan Peduli Berbagi, dan cerita lisan dari Mas Karman n Mas Cahyadi. Dan yang lebih membuat terasa 'nyeseg' ketika niatan membezuknya belum juga kesampaian keburu Allah memanggil demi menyayanginya ...

Monday, September 19, 2011

Aku jg pernah 'selingkuh'

Yap, ini serius ga bohong ... ketika selingkuh diartikan sebagai menduakan, men-tigakan ..... sesuatu yg menjadi pilihan pertama kita. Dan jelas jg bahwa hati nurani kita akan merasa bersalah, berdosa sebelum kemudian otak kiri dan ego kita memberikan apologi 'pembenaran' alasan 'perselingkuhan' tersebut .....

Weitttsss ..... tunggu dulu, jangan berprasangka terlalu jauh dulu. Ini bukan masalah rumah tangga, ataupun perselingkuhan cinta, tapi 'perselingkuhan' kerja !

Mangsudnya ??

Ketika masih berstatus sebagai 'karyawan' (bukan berarti sekarang nyombong sebagai juragan ato bos), aku lebih dari tiga kali pindah kerjaan. Tapi satu hal yang relatif sama, ternyata aku sebenarnya ga terlalu kerasan. Boring n suntuk dgn kerjaan biasanya kepake untuk surfing internet, ngobrol dgn temen kerja yang sama sekali ga ada hubungan masalah tanggung jawab kerjaan, bahkan pernah juga nyuri waktu untuk tidur pada jam kerja. Sepertinya sekedar menghabiskan waktu menunggu jam pulang.

Ketika di lapangan pun seringkali menyempatkan mampir entah kemana yg jelas itu semuanya ga ada hubungannya dgn kerjaan. Terlebih ketika dorongan pingin buka usaha sendiri mulai kenceng, nada-nada 'perselingkuhan' mulai menggoda dgn penuh kesadaran. Dilematis, nurani yang merasa bersalah karena kemudian memanfaatkan waktu, tenaga, pikiran, serta fasilitas kantor tidak cuma untuk kerjaan kantor (walaupun emang kemudian membuat 'pembenaran' sendiri) tapi juga 'menyempatkan' semua hal tsb untuk menduakan, men-tigakan pekerjaan. Mungkin kalo hal tsb dilakukan di luar jam kantor, ga masalah, sah2 saja ..... masalahnya ini aku lakukan pada jam kantor parahnya seringkali menggunakan fasilitas kantor ......

Bisa jadi kejadian yang analog dgn yg aku alami di atas sudah jamak terjadi, bukan sesuatu yang aneh, jangan2 malah ketika aku merasa 'mempermasalahkan' ini malah dianggap aneh ....
Tapi coba, sebelum memberikan sederet 'pembenaran' oleh olahan otak kita, rasakan dulu dengan nurani yang pastinya jujur, kira2 bener2 nyaman ngga kita melakukannya, ato setidaknya coba bayangkan seandainya kita berlaku sebagai pemilik perusahaan yang kemudian mendapati polah karyawan kita spt itu ...

Rasa ngga nyaman yang aku rasakan saat itu yang kemudian menuntunku memilih keputusan resign. Alasan tambahannya aku pingin menjemput keberkahan (sebab keberkahan bukan sekedar ditunggu), aku pingin mampu memberi manfaat n mencukupkan orang lain sb dgn begitu, yakin bahwa otomatis aku n keluargaku jg akan tercukupi ....
Trigger-nya, kemudian ada nasehat Pak Haji Alay (sesepuh Komunitas Tangan Di Atas) kurang lebihnya,"Seratus rupiah hasil kamu jualan kerupuk sendiri Insya Allah lebih barokah dibanding satu juta kamu di-GAJI orang lain" (maaf bkn bermaksud mendeskreditkan yg saat ini msh sbg karyawan ...)
Ini masalah KEYAKINAN HATI yg sifatnya sangat personal ...
Dan alhamdulillah ternyata Allah punya cara yang sangat elegan untuk 'memaksaku' resign dari perusahaan.

Bagaimana dgn kondisi hasil yang sekarang ...?? sambil menunggu ajal menjemput semuanya msh berproses. Dan rasanya lebih nyaman mengingat n mensyukuri yg telah Allah berikan dibanding mempermasalahkan hal2 blm didapatkan ......
.

Sunday, September 18, 2011

Tidak Pernah Ada Penonton Terbaik ...

Yang semalam sempat nonton pertandingan MU-Chelsea tentunya melihat dua kejadian 'bodoh' oleh masing2 kubu. Pertama dari kubu MU, kegagalan penalti Rooney akibat terpeleset sehingga bola jauh melebar, kedua dari kubu Chelsea ketika Torres yang sudah berhasil mengecoh dua pemain belakang MU sekaligus mampu melewati Kiper De Gea akhirnya juga gagal menyarangkan bola ke gawang MU.
Peluang keduanya relatif bisa dikatakan 99,9999 ...% Yang sebagian terjadi adalah respon penonton, tentu muncul makian, cemoohan bahkan bisa jadi menganggap kegagalan keduanya 'like idiot'. Manusiawi mereka merespon spt itu, dan itu hak mereka ...tokh ga bayar juga mereka mau berkomentar bahkan mengumpat sekalipun ... mereka lupa biarpun sdh di depan gawang kalo namanya bola ngga masuk ya ngga gol .. n ngga merubah skor ...bener to ha ha...

Tapi catatannya di sini adalah sekeras apapun mereka -para penonton- memaki n mengumpat 'kebodohan' Rooney maupun Torres, ato juga sepinter apapun para penonton berkomentar memberi teori harusnya nendang begini, nendangnya begitu ...tetep aja ngga merubah realitas bahwa tidak pernah ada penghargaan PENONTON TERBAIK baik yang datang langsung di Old Trafford tempat penyelenggaraan pertandingan, yang nonton bareng di cafe, yang nonton di rumah apalagi yang sekedar numpang nonton di kamar kost temen (masih minta suguhan lg ... artinya bener2 ngga modal cuma modal C alias C***kem (mulut -red) he he
Sebaliknya, sejarah tetap mencatat bahwa Wayne Rooney dan Fernando Torres adalah dua dari sederet pemain top dunia. Dedikasi n permainan termasuk gol-gol cantik sebelum n sesudah pertandingan tadi malam akan tetap tercatat sebagai permainan mereka kelas dunia ... tanpa terpengaruh oleh se'idiot' apapun para penonton tadi malam mengumpat kegagalannya ...

Ironi bahkan sarkasme seperti itu seringkali kita temui dalam kehidupan keseharian kita. Banyak yang masih 'bangga' sebagai penonton, sekaligus komentator dengan sederet teoritis yang terkadang sotoyyy .... (sok tau -red). Tetapi mereka belum tercatat bahkan belum berupaya menjadi 'pemain' yang memungkinkan orang mencatat sejarah prestasinya.

Di bidang apapun kita akan memilih menjadi 'pemain' ato akan tetap bangga sebagai 'penonton' yang selamanya tidak akan pernah tercatat dalam sejarah prestasi .... !!!

http://www.goal.com/id-ID/news/1108/sepakbola-inggris/2011/09/19/2671904/andre-villas-boas-tak-salahkan-blunder-fernando-torres

Thursday, September 2, 2010

Lebih dari sekedar UANG

Sudah banyak sistem bisnis, khususnya bisnis pulsa, baik yang konvensional maupun menggunakan sistem jaringan bermunculan. Jumlahnya bukan lagi puluhan tetapi bisa jadi sudah mencapai ratusan. Tetapi sekali lagi, Insya Allah semuanya telah ada 'jatah' sendiri-sendiri dari Allah, sehingga kita tidak perlu merasa harus saling bersaing, berkompetisi, yang muaranya harus ada yang merasa menang atau kalah. Kelihaian - kepiawaian masing-masing hamba dalam menjemput rezqi tersebut yang nantinya akan membedakan besaran hasilnya. Dan di dalamnya juga terkandung haq atau tidak, barokah atau tidak.

Lebih dari itu, ONEVISIONET : Sistem Langganan Pulsa mengajak ke semua member dan calon member untuk mendapatkan manfaat lebih dari sekedar uang. Sebab bagi member dan calon member sangat jelas manfaatnya secara pribadi, antara lain KEMUDAHAN berlangganan pulsa bulanan, KEMURAHAN harga pulsa dibanding pembelian di luar. Selain itu, kesempatan setiap member untuk menawarkan manfaat ini kepada orang lain.

Fitrah dasar manusia ada kepuasan dan nilai lebih tersendiri ketika mampu memberi manfaat dan bantuan kepada orang lain. Hanya saja seringkali ketika bantuan tersebut lebih diterjemahkan finansial, maka fitrah dasar tersebut menjadi tertahan. Sebab semisal niatan memberi modal usaha kepada seseorang biasanya dibutuhkan nominal yang tidak sedikit. Dan sepertinya juga tidak banyak orang yang mampu mengambil peran seperti itu.

Berangkat dari hal mendasar tersebut ONEVISIONET : Sistem Langganan Pulsa berusaha menjembataninya. Perangkat dasarnya yaitu handphone dan kebutuhan pulsa, masing-masing sudah punya, sehingga ONEVISIONET : Sistem Langganan Pulsa 'hanya' memberi nilai tambah. Dengan pendaftaran hanya Rp 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah) siapapun relatif mampu menjangkaunya. Kemudahan sistem, kemurahan harga pulsa dibanding beli di luar menjadi faktor tambahan bagi member. Masih ditambah dengan potensi penghasilan yang mampu dihitung secara logis oleh otak kiri, maka tidak berlebihan bahwa semua itu akan menjadi solusi finansial bagi member dan orang-orang di sekitar member.

Ketika ONEVISIONET : Sistem Langganan Pulsa menggunakan sistem pemasaran jaringan, lebih khusus dilengkapi sistem SPILLOVER OTOMATIS sebenarnya dimaksudkan untuk lebih menguatkan kemanfaatan tadi. Semuanya Insya Allah berusaha dimudahkan, jadi tidak perlu dipersulit. Siapapun, dengan latar belakang apapun berkesempatan mengambil peran dan manfaat ini. Sampaikan ke semakin banyak orang, agar semakin banyak pula orang yang mengambil peran dan manfaat ini.

Hal lain yang perlu direnungkan dan pertimbangkan, bergabung atau tidak Anda dalam ONEVISIONET : Sistem Langganan Pulsa, tiap bulan Anda menggunakan pulsa. Bedanya ketika bergabung dalam ONEVISIONET : Sistem Langganan Pulsa yang Anda dapatkan UNTUNG dan UNTUNG, sebab disamping keuntungan finansial, Insya Allah juga keuntungan keberkahan di mata Allah.

Sekali lagi ketika Anda mampu membantu, memberi dan memudahkan orang lain, hakikatnya Anda telah 'bertransaksi' dengan Allah. Balasan 'laba' yang dijanjikan Allah biasanya berlipat, Insya Allah tidak hanya berupa hitungan finansial yang memang bisa sangat logis dipahami oleh olah pikir manusia, tapi juga keberkahan dan derajat lebih atas upaya membantu, memberi dan memudahkan orang lain tersebut.

Dan janji Allah adalah KEPASTIAN, tergantung hati kita mau meyakini atau tidak ......

Tuesday, February 16, 2010

Bakso Khalifatullah

Dicopy dari blog padhangmbulan.com :

Setiap kali menerima uang dari orang yang membeli bakso darinya, Pak Patul mendistribusikan uang itu ke tiga tempat: sebagian ke laci gerobagnya, sebagian ke dompetnya, sisanya ke kaleng bekas tempat roti.

“Selalu begitu, Pak?”, saya bertanya, sesudah beramai-ramai menikmati bakso beliau bersama anak-anak yang bermain di halaman rumahku sejak siang.

“Maksud Bapak?”, ia ganti bertanya.

“Uangnya selalu disimpan di tiga tempat itu?”

Ia tertawa. “Ia Pak. Sudah 17 tahun begini. Biar hanya sedikit duit saya, tapi kan bukan semua hak saya”

“Maksud Pak Patul?”, ganti saya yang bertanya.

“Dari pendapatan yang saya peroleh dari kerja saya terdapat uang yang merupakan milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”.

Aduh gawat juga Pak Patul ini. “Maksudnya?”, saya mengejar lagi.

“Uang yang masuk dompet itu hak anak-anak dan istri saya, karena menurut Tuhan itu kewajiban utama hidup saya. Uang yang di laci itu untuk zakat, infaq, qurban dan yang sejenisnya. Sedangkan yang di kaleng itu untuk nyicil biaya naik haji. Insyaallah sekitar dua tahun lagi bisa mencukupi untuk membayar ONH. Mudah-mudahan ongkos haji naiknya tidak terlalu, sehingga saya masih bisa menjangkaunya”.

Spontan saya menghampiri beliau. Hampir saya peluk, tapi dalam budaya kami orang kecil jenis ekspressinya tak sampai tingkat peluk memeluk, seterharu apapun, kecuali yang ekstrem misalnya famili yang disangka meninggal ternyata masih hidup, atau anak yang digondhol Gendruwo balik lagi.

Bahunya saja yang saya pegang dan agak saya remas, tapi karena emosi saya bilang belum cukup maka saya guncang-guncang tubuhnya. Hati saya meneriakkan “Jazakumullah, masyaallah, wa yushlihu balakum!”, tetapi bibir saya pemalu untuk mengucapkannya. Tuhan memberi ‘ijazah’ kepadanya dan selalu memelihara kebaikan urusan-urusannya.

Saya juga menjaga diri untuk tidak mendramatisir hal itu. Tetapi pasti bahwa di dalam diri saya tidak terdapat sesuatu yang saya kagumi sebagaimana kekaguman yang saya temukan pada prinsip, managemen dan disiplin hidup Pak Patul. Untung dia tidak menyadari keunggulannya atas saya: bahwa saya tidak mungkin siap mental dan memiliki keberanian budaya maupun ekonomi untuk hidup sebagai penjual bakso, sebagaimana ia menjalankannya dengan tenang dan ikhlas.

Saya lebih berpendidikan dibanding dia, lebih luas pengalaman, pernah mencapai sesuatu yang ia tak pernah menyentuhnya, bahkan mungkin bisa disebut kelas sosial saya lebih tinggi darinya. Tetapi di sisi manapun dari realitas hidup saya, tidak terdapat sikap dan kenyataan yang membuat saya tidak berbohong jika mengucapkan kalimat seperti diucapkannya: “Di antara pendapatan saya ini terdapat milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”.

Peradaban saya masih peradaban “milik saya”. Peradaban Pak Patul sudah lebih maju, lebih rasional, lebih dewasa, lebih bertanggungjawab, lebih mulia dan tidak pengecut sebagaimana ‘kapitalisme subyektif posesif’ saya.

30 th silam saya pernah menuliskan kekaguman saya kepada Penjual cendhol yang marah-marah dan menolak cendholnya diborong oleh Pak Kiai Hamam Jakfar Pabelan karena “kalau semua Bapak beli, bagaimana nanti orang lain yang memerlukannya?”

Ilmunya penjual jagung asal Madura di Malang tahun 1976 saya pakai sampai tua. Saya butuh 40 batang jagung bakar untuk teman-teman seusai pentas teater, tapi uang saya kurang, hanya cukup untuk bayar 25, sehingga harga perbatang saya tawar. Dia bertahan dengan harganya, tapi tetap memberi saya 40 jagung.

“Lho, uang saya tidak cukup, Pak”

“Bawa saja jagungnya, asal harganya tetap”

“Berarti saya hutang?”

“Ndaaak. Kekurangannya itu tabungan amal jariyah saya”.

Doooh adoooh…! Tompes ako tak’iye!

Di pasar Khan Khalili semacam Tenabang-nya Cairo saya masuk sebuah took kemudian satu jam lebih pemiliknya hilang entah ke mana, jadi saya jaga tokonya. Ketika dating saya protes: “Keeif Inta ya Akh…ke mane aje? Kalau saya ambilin barang-barang Inta terus saya ngacir pigimane dong….”

Lelaki tua mancung itu senyum-senyum saja sambil nyeletuk: “Kalau mau curi barang saya ya curi saja, bukan urusan saya, itu urusan Ente sama Tuhan….”

Sungguh manusia adalah ahsanu taqwim, sebaik-baik ciptaan Allah, master-piece. Orang-orang besar bertebaran di seluruh muka bumi. Makhluk-makhluk agung menghampar di jalan-jalan, pasar, gang-gang kampung, pelosok-pelosok dusun dan di mana-manapun. Bakso Khlifatullah, bahasa Jawanya: bakso-nya Pak Patul, terasa lebih sedap karena kandungan keagungan.

Itu baru tukang bakso, belum anggota DPR. Itu baru penjual cendhol, belum Menteri dan Dirjen Irjen Sekjen. Itu baru pemilik toko kelontong, belum Gubernur Bupati Walikota tokoh-tokoh Parpol. Itu baru penjual jagung bakar, belum Kiai dan Ulama.

Friday, December 25, 2009

Terima Kasih (lagi) TDA !

Saat ini aku masih belum kelar berproses. Ukuran keberhasilan emang tidak harus selalu nominal finansial. Banyak yang patut disyukuri atas karunia-Nya melebihi rasa syukur adanya limpahan finansial misalnya.

Aku, salah satu dari ribuan member Komunitas entrepreneur bernama Komunitas Tangan Di Atas, merasa patut berterima kasih adanya komunitas positif ini. Lebih khusus kepada mentornya antara lain : Pak Roni (Founder TDA), Fauzi Rahmanto, Faif Yusuf, Mas Hadi Kuntoro, Pak Harmanto, Mamih Ning, Pak Bambang Triwoko, Pak Yusuf Iskandar, Mas Yoyok ... dan sederet mentor lain juga temen2 yang seperjuangan di TDA (kangen ... lama ngga ngumpul). Belum semuanya aku pernah ketemu, tapi inspirasi dan tularan ilmunya Insya Allah sebagian telah terserap dalam memori otakku. Semoga keberkahan Allah terlimpah kepada mereka yang begitu 'murah' dan 'obral' ilmu, bisa jadi sebagian masih tersimpan di harddisk otakku, belum semua ilmunya terpraktekkan.

Terlebih untuk sesepuh TDA Pak Haji Alay, aku masih berusaha meyakini bahwa 'seratus rupiah dari Anda jualan kerupuk sendiri Insya Allah masih lebih berkah daripada Anda jadi karyawan'. Kalimat ini masih aku pegang, dan kalimat ini pula dulu aku berani resign dari kantor. Yach ... KEBERKAHAN itu yang sampe saat ini pingin aku kejar. Dengan keberkahan itu pula aku berharap kelak mampu membawa amanah istri dan anak2 yang dititipkan Allah kepadaku untuk bersama ke syurga-Nya. Insya Allah ... amin yaa rabbal 'alamiin

Dengan semua proses yang telah aku jalani, Insya Allah banyak rasa syukur yang patut aku haturkan ke Ilahi Rabbi juga rasa SABAR, agar tidak hanya nikmat-Nya yang akan ditambah ketika aku syukur, tapi dengan bersabar aku berharap Allah akan bersamaku, akan menyertai setiap langkahku ....

Menjalani Hidup dengan TAUHID

Dicopy dari tulisan Ust Yusuf Mansur :

Perjalanan hidup ini sepenuhnya rahasia Allah. Kita hanya perlu tahu bahwa Allah akan mengatur yang terbaik, sudah mengatur yang terbaik, dan memberikan hanya yang terbaik. Jalani hidup dengan percaya kepada Allah, ibadah sepenuh hati, dan pasrah akan Kehendak-Nya. Sekuat mungkin lakukan apa yang diperintah, baik wajib maupun apa-apa yang menjadi sunnat, dan tinggalkan kemaksiatan dan dosa. Barangkali inilah dari sekian rahasia supaya hidup mengalir tenang, aman, dan banyak kemudahan.

Dan dalam hidup ini, ada saja kemudian peristiwa yang kurang mengenakkan terjadi di dalam hidup kita. Sehingga kemudian jadilah kita bahagian orang yang malah tambah dekat dengan Allah, atau sebaliknya, malah meratapi dan menyumpahi hidup ini. Ada orang-orang yang Allah bukakan jalan kedekatan dengan-Nya, justru karena beban hidup yang bukan kepalang berat dan besarnya. Tapi ada yang bertambah jauh dengan Allah sebab kesulitan hidupnya. Begitulah. Hidup ini isinya barangkali hanya ada dua pilihan; jalan lurus dan jalan sesat; jalan syukur atau jalan kufur; jalan ibadah atau jalan maksiat.

Ada seorang yang merasa ga bisa memberi apa-apa buat orang tuanya, lalu bergaul dengan para hedonis dan mengambil “manfaat semu” dari sana. Ia berikan orang tuanya dunia. Tapi ia korbankan kehormatan dengan menjadi pelacur misalnya; baik pelacur bener maupun yang samar. Namun ada juga mereka-mereka yang ketika tidak bisa memberikan apa-apa ke orang tuanya lalu ia tempuh jalan anak-anak saleh untuk orang tuanya. Tidak ada dunia yang dibawa ke orang tuanya, tapi kebaikan demi kebaikan mengalir untuknya. Dan ini juga kelak akan menghasilkan cahaya dunia untuk dia dan orang tuanya.

Ada keluarga dan anak istri yang disuapi dari harta haram. Bahagia hidup bergelimang dunia tanpa keluarga dan anak istrinya sadar disuapi dari rizki haram. Kelak, banyak sekali masalah di keluarga ini. Salah satunya bisa saja justru keluarga ini bisa kehilangan sang suami. Atau suami yang kehilangan anak istri, sebab satu dua kejadian.

Ada orang miskin yang mengambil hak-hak orang dan menempuh jalan judi sebagai jalan yang bisa mengubah kemiskinannya. Banyak orang miskin yang kemudian menjadikan tangannya sebagai wasilah meminta-minta. Tidak sedikit orang miskin yang menjadi mitra tangan-tangan kotor lalu menyambung hidupnya dengan rizki kotor. Sebab itulah hidup mereka ini tetap miskin dan bertambah miskin. Kalaupun kemudian mereka-mereka ini kaya, mereka akan tetap miskin. Allah akan buat hidupnya selalu kurang dan tak terpuaskan. Bahkan tidak sedikit mereka yang jadi miskin lagi setelah mencicipi kekayaan, dan bertambah lagi dengan satu predikat: hina. Sudah miskin, hina. Misalnya sebab ketangkep, dipenjara, menderita satu penyakit, dan lain sebagainya.

Sementara itu, kita menemukan banyak juga orang miskin yang bertahan menjaga perutnya dari barang-barang yang haram. Ia kejar kemiskinannya itu dengan mempergiat bangun malam dan shalat dhuha. Ia prihatinkan diri dengan berpuasa sunnah. Dan ia jalankan hidup ini dengan ridha dan ikhlas. Bisa jadi hidupnya tetap miskin. Tapi Allah hadirkan ketenangan dalam hidupnya, rumah tangganya langgeng, rizkinya sedikit tapi jadi daging dan enak dimakan. Tidak berubah jadi penyakit. Petaka jarang sekali hadir di kehidupannya. Dan banyak kemudahan di tengah-tengah kekurangan; anak sakit, dikasih cepat sehat. Tanpa berobat. Anak kurang biaya, tapi Allah kirimkan beasiswa dari tangan orang lain. Tak punya kendaraan, tapi Allah hilangkan keperluan berkendaraan; bersaudara dekat-dekat, berkantor tinggal jalan kaki, dan lain-lain. Beda dengan sebagian dari kita, yang punya kendaraan, tapi Allah terbangkan ke sana kemari dengan kendaraannya itu, yang akhirnya malah bertambah-tambah jauh dari keluarga dan Allah. Bahkan Allah tambahkan kendaraan dengan kendaraan yang lebih hebat dan lebih mahal, yang malah menambah jauh dirinya dengan keluarga dan Allah.

Ada yang kepengen punya usaha, lalu mencari modal dari selain Allah. Sementara ada yang menggiatkan bangun malam dan dhuha, serta bersedekah. Ya, saya tidak sedikit menerima konselingan gagal bayar kredit. Usahanya halal, cara-cara usahanya benar. Ternyata sayang, di proses kreditnya, ada kebohongan dan suap. Banyak data dimanipulasi supaya kredit bisa cair, dan tidak jarang melakukan praktik suap walo sekedar dengan menjanjikan sesuatu bagi officernya. Atau ada yang prosesnya benar, ikhtiarnya benar, usahanya halal, tapi tetap bangkrut juga. Selidik punya selidik, shalat wajibnya jadi keteteran, shalat-shalat sunnahnya malahan jadi hilang. Hubungan dengan orang tua jadi jauh, dengan adik-adik malah tak ada silaturahim, dengan tetangga menjadi tak lagi dekat. Jika demikian, maka dicabut usahanya oleh Allah adalah jauh lebih baik. Sadari lagi saja, minta ampun sama Allah, dan ikhtiar lagi yang benar. Insya Allah, Allah akan berkenan memberi lagi apa yang dicabut-Nya. Ada di antara mereka yang bertahan tidak mengapa tidak diberi modal lagi untuk pengembangan usaha. Mereka merasa cukup. Sehingga tidak perlu mereka ini merekayasa laporan keuangan dan aset. Ternyata kemudian Allah berikan keselamatan buat mereka dan usahanya berkembang juga dengan izin dan takdir-Nya.

Ada orang yang kepengen kerja. Ia tempuh jalan-jalan kotor. Ia siapkan jalan pelicin. Dan tidak jarang perbuatannya itu yang melahirkan orang-orang kotor yang tadinya bersih. Pekerjaan ia dapatkan, namun keberkahan Allah hilangkan. Punya duit lebih dari tabungan setiap kali kerja, lalu Allah giring dia untuk membeli kendaraan. Baru sebulan dipake itu kendaraan, sudah mengantarkan maut untuk keluarganya. Mobil ringsek, keluarga celaka, uang terbuang sia-sia. Sementara ada yang meminta kepada Allah pekerjaan. Ia bertahan untuk tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang membuat Allah murka. Ia minta sama Allah lewat jalan ibadah. Ada yang belum Allah berikan pekerjaan, namun Allah tetap tanggung rizkinya dan hidupnya tetap mulia. Ga jadi hina sebab tak ada pekerjaan. Saya pun tidak sedikit menemukan yang begini ini. Tidak kerja, namun Allah menyediakan keperluan hidup baginya. Ia tidak menjadi beban buat orang lain, sebab ia tidak meminta. Banyaklah keanehan dari matematika dan mekanisme hidup ini.

Dan ada sebagian kawan yang bertanya, apakah selalu begitu ya? Bahwa yang berbuat baik mesti berkehidupan baik dan yang jahat akan berkehidupan buruk? Bisa ya bisa engga. Pertama, silahkan kembali ke pembahasan materi tentang ukuran anugerah dan masalah. Apakah betul rentetan masalah bener-bener disebut masalah? Bukan anugerah? Dan apakah benar rentetan keberuntungan disebut anugerah? Bukan justru masalah? Kacatama dan ukurannya pakai kacamata dan ukuran yang benar. Sekedar menyegarkan ingatan, anugerah itu adalah jika kita bisa dekat dan ingat sama Allah. Sungguhpun kita berada di situasi-situasi yang menurut orang, berkehidupan buruk. Orang mukmin akan menimati sekali kedekatan dengan Allah, meskipun dia ini cacat, miskin, hina dina dalam pandangan orang, dan serba kekurangan. Orang mukmin tidak akan bahagia bila dia dipandang bagus, mulia, terpandang, kaya, berkecukupan, namun Allah jauh darinya. Dan kemudian sebaliknya, disebut masalah itu adalah jika kita hidup jauh dari Allah dan lupa sama Allah. Ini justru masalah. Maka jika kemudian kita-kita ini hidup banyak uang, karir pekerjaan dan usaha juga sedang bagus-bagusnya, tidak akan ada guna juga jika bener-bener jauh dan lupa sama Allah. Hanya akan membawa petaka saja. Jika ukuran dan kacamatanya sudah benar, maka seseorang tidak akan salah menilai.

Kedua, bukan karena amal kita, lalu ditentukanlah hidup enak atau tidak enak. Bukan. Semata karena Kehendak Allah. Tapi orang mukmin akan senantiasa berhusnudzdzan, bahwa apapun yang ditetapkan Allah, ia akan ridha, ikhlas, sabar, syukur. Termasuk mereka-mereka yang bertaubat. Dia akan menerima segala kesusahan, dengan pengalihan kepada ampunan dan kasih sayangnya Allah (lihat-lihat pembahasan sebelumnya yang berkaitan dengan ini ya).
Kita tidak sendirian. Hidup ini ada yang punya. Bahkan kalau Yang Punya Hidup ini menginginkan kita menjadi sulit, ya tidak mengapa juga. Dengan keyakinan bahwa DIA Maha Mengatur dan Berkehendak, insya Allah kesulitan yang DIA beri, akan Allah ubah sendiri menjadi kemudahan.

Ya. Di dalam ilmu tauhid, mengenal Allah sebagai pusat segala kendali, memegang peranan penting untuk membangun ketenangan dan kebahagiaan. Mereka yang mengenal Allah, akan bersedia diatur, terserah kehendak-Nya. Dan tidak ada yang mengucapkan “ia bersedia diatur”, kecuali yang benar-benar ikut dan tunduk akan seruan-Nya. Sebab ga bisa seseorang mengatakan, “Saya mah insya Allah pasrah Mas”. Tapi kemudian ia tidak bergegas memenuhi panggilan Allah. Tidak pula ia bisa mengatakan, “Saya mengikuti seruan Allah”, bila kemudian hidupnya tiada ada ibadah yang serius.

Maka tanda-tanda seseorang itu bertuhan Allah adalah manakala ia bertakwa; Sekuat mungkin menjalankan perintah-Nya, dan sekuat mungkin meninggalkan apa yang dilarang-Nya.
Sering saya katakan dalam banyak forum. Keberhasilan seseorang menuju hidup enak, berhasil menggenggam dunia, dan hidup tanpa masalah, adalah dengan hanya meniti jalan takwa ini. Dan keberhasilan seseorang keluar dari kesulitannya, sungguh, apabila ia mampu meniti jalan ini. Barangkali jalan ini sempat ia tinggalkan, tapi kemudian ia balik lagi. Maka orang-orang seperti ini yang Allah akan anugerahkan jalan keluar.

“Wa may yattaqillaaha yaj’allahuu makhrajaa. Wayarzuqhuu min haitsu laa yahtasib. Wa may yatawakkal ‘alallaahi fahuwa hasbuhuu. Innallaah baalighu amrihii. Qad ja’alallaahu likulli syai-in qadraa. Sesiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan jadikan jalan-jalan keluar dari setiap kesulitannya dan menghadiahkannya dengan rizki yang tiada ia sangka-sangka. Dan barangsiapa yang memasrahkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya. Allah meliputi semua urusan. Sungguh Allah telah jadikan segala sesuatu itu ada ukurannya”. (Qs. ath Thalaaq: 2-3).

Tuesday, December 22, 2009

Ibu ...

Rasanya tak akan pernah habis air mataku untuk ibuku. Dan aku sendiri tak pernah malu di hadapan siapapun aku menangis demi ibu. Dengan ibu banyak hal bisa menyebabkan aku cengeng. Tak pernah peduli apapun anggapan orang tentang kelelakian dengan tangisan. Bagiku tangis adalah hak juga bagian fitrah manusia, jadi tidak ada hubungannya dengan gender.

Hari Ibu, ketika sebagian masyarakat kita belum menganggapnya sesuatu yang penting, mampukah kita masing2 memberi makna khusus hari itu. Tak perlu diungkapkan ataupun dituliskan, tapi setidaknya apakah kita minimal ngeh bahwa dari rangkaian 365 hari dalam satu tahun, hari itu kita menyempatkan diri mengenang ibu (bagi yang telah almarhum), syukur bagi yang ibunya masih hidup sudahkah kita sekedar menelepon ketika mungkin kita jauh dengannya. Mengucap salam kepadanya sebagai ungkapan doa, menyapanya, mengucap terima kasih dan memohon ikhlas ridlonya, ataukah kita masing2 merasa terlalu sibuk dengan kehidupan dan pekerjaan masing2 sehingga merasa tidak ada sesuatu yang istimewa di hari itu untuk ibu?.


Aku sendiri merasa sangat bersyukur ketika 2 hari menjelang beliau dipanggil-Nya, aku masih menemainya dalam kondisi sehat. Maaf … aku menceritakannya kembali.


Ketika itu aku memaksa diri untuk ambil cuti kantor karena aku merasa harus ketemu dan sungkem ke Ibu. Entah, aku sendiri sejak merantau sekolah ke Jogja, tiap terbayang2 ibu aku merasa beliau sangat kangen, dan aku merasa perlu segera mengunjunginya. Sugestinya sedemikian kuat, sebab jika aku mencoba menundanya biasanya aku terkadang sakit, jatuh ataupun minimal perasaan gelisah. Perasaan itupun terulang. Dengan alasan sekalian menganter Salma liburan menjelang masuk kelas 1 SD aku memohon ijin ke De Yeyen untuk mengunjungi ibu. Singkatnya, Sabtu aku berangkat berdua dengan Salma rencananya pulang ke Jogja hari Selasa. Tapi hari Senin aku ditelepon kantor, Selasa diajak meeting mendadak. Aku pamit ke Ibu dan memastikan saat itu beliau sehat. Sakit yang beliau sering rasakan paling rematik di lututnya sehingga semingga sebelumnya ketika ponakanku mampir menyempatkan diri beliau pesen decker untuk menahan rasa rasikt di lutut khususnya ketika dipake sholat.


Hari Rabu sore selepas magrib dalam perjalanan sepulang jemput de Yeyen, ponakanku telepon mengabarkan aku harus pulang malam itu sebab Ibu MENINGGAL. Saat itu aku masih di depan Jogja Palace Hotel ? (Hotel Radisson). Kaget, jelas … sebab emang beliau ngga sakit. Setelahnya aku tahu beliau wafat dalam kondisi duduk di kursi, dalam keadaan berwudlu menjelang sholat magrib …. Subhanallah … innalillaahi wainna ilahi rojiuun. Doa beliau terkabul, beliau ingin meninggal gampang, tidak menyusahkan keluarga.


Terkadang bagiku dan istriku sepertinya beliau masih ada, semoga ini wujud kedekatan kami kepadanya. Aku masih jauh dari harapannya, tapi aku tetap yakin bahwa Allah akan mengabulkan harapan beliau untukku. Hutang terbesarku ke beliau adalah memberangkatkan haji. Makanya dalam beberapa tulisan blogku aku berharap pembaca mengamini doaku ini. Dan ketika doa itu terkabul para pembaca pun Insya Allah akan mendapatkan keberkahan dari-Nya.


Semasa hidupnya, Insya Allah beliau istiqomah sholat malam, membaca Surat Yasiin dan Arrahmaan, Sholat Dhuha. Insya Allah itu termasuk yang memudahkan Allah memanggilnya. Beliau bangun sekitar jam 3 pagi, ketika shubuh semuanya telah disiapkan minuman hangat, ada yang teh manis, kopi, susu, jahe. Ya … semuanya, bapak, anak, cucu, adik, ponakan sampe menantupun disiapkan.


Semuanya menjadi memori indah untuk kami. Menginspirasi langkah kami untuk mendedikasikan usaha kami demi beliau. Allah Maha Tahu, dan Allah Maha Mengabulkan segala doa hamba-Nya, doa ibuku untuk putra dan keturunannya. Dan hari itu aku merasa harus menambah porsi doaku untuk beliau walaupun aku yakin beliau telah mendapatkan tempat yang layak disisi-Nya sebab aku yakin beliau meninggal khusnul khotimah ….


Nah … saat ini ketika beliau sudah tiada, aku dan Salma, perhatian gantinya ke de Yeyen. Bangun tidur Salma telah memberikan hadiah kecil dibarengi pelukan dan ciuman ke Ibunya. De Yeyen sendiri terlalu sibuk nyiapin tugas audit ISO 9001 dan ISO 22000 untuk kantornya. Sarapan untuknya aku siapin, sekedar pingin memanjakan dan memberi perhatian lebih. Pingin mengajarkan ke anak, perlu sesuatu yang istimewa ke seorang Ibu, sebab dalam setiap langkahnya mereka telah memberikan keistimewaan ke kita, walaupun sebenarnya tak cukup tanggal 22 Desember aja ...

Wednesday, December 16, 2009

Gitu aja kok repot ...

Seringkali kali kita merepotkan diri pada sesuatu yang seharusnya ngga penting banget dibuat repot. Apalagi wanita, hal simpel pun kadang jadi rumit, entah sesuatu yang sebenarnya rumit, gimana nantinya ato malah kebalikannya ...

Beberapa hal menggelikan sehubungan dengan paragraf pertama di atas (pengalaman dgn istriku):
"Demi mendengar ibuku cerita, 'mas joko, dulu seneng poso n sholat malem lho, kalo ditanya jawabe 'pingin bojo ayu sholihah' (emang tiap ditanya Ibu biasanya aku jawab gitu ketika misal aku puasa sunnah tertentu, sekedar males jelasin maksud poso ini-itunya). Dia cerita ke aku sambil sedikit sewot, merasa dia disindir Ibu, merasa kurang ayu sholihah de el el ...

Kok repot ya, senengane memposisikan diri pada posisi negatif. Makanya aku nyante aja jawab, 'Kudune jenengan ki bersyukur, berarti wanita ayu sholihah yang aku mohonkan ke Allah yo jenengan iki', ... dah tak bela2in poso sholat aja dapetnya jenengan, apalagi misal tempo hari aku ngga poso sholat, entah gimana bentuknya ....' Demi mendengar kalimat kedua ini hadiahe cubitan diperut yang aku dapet, istriku sendiri tambah manyun, tapi Insya Allah dia paham apa yang aku maksud.

"Kedua, ketika masih nganggur di rumah belum bekerja sejak lulus kemudian aku nikahi. Kembali dia bersungut-sungut merasa disindir kakak ipar, 'Mahal2 di kuliahin kok akhire cuma nganggur di rmh, eman2'
Kembali dengan santai aku jawab, 'lha sik salah apanya mas ... komentar gitu?' , 'Jenengan kuliah ngga, sekarang nganggur ngga .... ya udah, bener to yang dikatakan mas ..., apanya yang salah ?!'
Tambah sewot dianya 'jenengan ki malah ora mbelani bojone !'

Paling2 aku hanya menghadiahi pelukan dan kecupan, biasanya itu cukup manjur membuatnya mengiyakan maksud sebenarnya yang aku ungkapkan. Sekali lagi gitu aja kok repot .... dan biasanya karena kita sendiri memberi porsi yang lebih terhadap sesuatu yang tidak seperlunya, ironisnya porsi lebih tersebut lebih bersudut pandang negatif .... repot lah

Lain lagi pengalaman dengan Ibu, ketika awal2 aku sampaikan tentang calon menantunya ini ke beliau, biasa orang Jawa menghitung hari kelahirannya dicocokkan dengan kelahirannku. Kesimpulannya Ibu agak kurang sreg, ada kekhawatiran masalah kelanggengan pernikahan kami dengan umur kami. Tapi versi hitungan Pakdheku berbeda kesimpulan, katanya ngga apa-apa. Saat itu Insya Allah aku tetep tawadlu ke Ibu, pelan2 aku sampaikan, 'Bu, aku hanya mohon ridlo jenengan, masalah rezki, umur, jodoh sudah ditentuin', dan alhamdulillah beliau merestui kami dengan ikhlas. Bahkan menantunya ini termasuk yang paling disayang ...
Lain waktu pas nyante dgn Ibu iseng aku nanya, 'Jenengan dulu dgn pak Dirjo (suami Ibu pertama yang meninggal) ya diitung2 gitu?' Dengan mantap beliau jawab,'Ya .. iyalah!'
Dengan santai juga dan tidak bermaksud menyakiti Ibu aku komentar,'Tapi kok yo Pak Dirjo meninggal ?' Seperti biasa Ibu menimpali, 'nDasmu !', sambil njenggung kepalaku. Tersenyum menang aku.

Sekali lagi kita seringkali antara sadar dan tak sadar merepotkan diri untuk sesuatu hal yang sehrusnya tidak penting banget dibuat repot. Yang ngga seharusnya repot aja dibuat repot, gimana yang semestinya repot ....

Sunday, October 25, 2009

Momentum Titik Balik

Insya Allah Kamis, 22 Oktober 2009 tempo hari aku telah menemukan momentum titik balik. Sementara belum aku share dulu sebab aku masih menunggu hasilnya sekitar satu dua bulan ke depan.

Kalo semuanya berjalan sesuai rencana, Subhanallah .... Allaahu Akbar ..... Aku masih meyakinkan diri bahwa ini bukan pilihan salah, semuanya tinggal mengikuti skenario yang digariskan oleh-Nya. Tidak ada yang kebetulan, sebab sebelum lahir pun semuanya telah ditulis-Nya. Kalo aku emang dipilih Allah menjadi bagian sejarah itu, sekali lagi aku hanya sanggup mengucap Subhanallah .... Allaahu Akbar ..... sekaligus beristighfar.

Sebuah gabungan teori Power of Giving, Quantum Ikhlas dan entah teori bisnis apa definisinya ... semoga memberi hasil sesuai rencana. Yaa ... Allah aku tetap mohon bimbinganmu untuk tetap bertawadlu kepada-Mu, dan tidak tuulul amal. Sebab Engkau telah menggariskan seberapa bagianku, dan seberapa yang bukan untukku ...

Aku mohon doa semuanya ......

Tuesday, October 6, 2009

Menjadi Anak Muda

Oleh Prie GS (Budayawan)


Tiga persoalan besar yang saya hadapi begitu menginjak remaja ialah : pertama saya yang terlahir sebagai anak keluarga miskin, kedua tubuh saya yang tak bisa tinggi dan ketiga adalah kedudukan saya sebagai rakyat sebuah negara yang penuh korupsi.

Saya akan mulai dari kemiskinan itu dengan kelaparan sebagai akibat fisiknya dan rendah diri sebagai akibat psikologisnya. Karena kelaparan itulah seluruh makanan yang saya makan saat itu, satu di antaranya adalah soto kantin sekolah, terekam rasanya hingga saat ini di lidah saya. Kabar baiknya ialah bahwa soto itu adalah soto terenak di dunia yang sampai saat ini sulit saya mencari gantinya. Kabar buruknya soto itu menjadi enak, pasti bukan cuma karena rasanya, tetapi pasti lebih karena kemiskinan saya. Kantin sekolah itu buka setiap hari, tapi adalah anugerah jika saya sanggup membelinya seminggu sekali. Maka hari ketika nasib baik itu datang, entah karena ditraktir teman, entah sekali waku mendapat uang saku, saya menikmati soto ini dengan rasa takut. Takut jika akhirnya suapan terakhir benar-benar tiba.

Setiap kunyahan sudah saya setarakan dengan masuk surga saking nikmatnya. Maka ketika sendokan terakhir tiba dan mangkok itu benar-benar tandas hingga ke kuahnya, saya seperti terlempar kembali ke neraka. Saya tak mungkin nambah sementara perut dan lidah masih begitu bernafsu. Efeknya sungguh dramatis; rasa itu tak mau hilang baik di lidah dan jiwa saya hingga hari ini. Saya kesulitan membuat penebusan karena seluruh soto di Indonesia yang saya cicipi, tak seenak soto kantin sekolah itu. Benarkah? Tentu tidak. Saat itu pasti karena saya memiliki seluruh modal untuk makan enak : yakni kelaparan dan derita.

Tetapi penderitaan perut itu baru setengah dari permainan, karena setengahnya lagi berisi persoalan yang tak kalah berat : yakni lapar jiwa. Ia bernama perasaan rendah diri yang parah. Cukup hanya dengan melihat orang lain hidup wajar saja, tak perlu mereka harus kaya raya, melainkan sekedar bisa makan normal tiga kali sehari, sudah mendatangkan ketakjuban luar biasa. Bagaimana mungkin ada kehidupan sebaik itu dan bagaimana mungkin ada perut yang bisa diisi makanan begitu tepat waktu.

Jika kepada pihak yang sekadar bisa makan saja kami sudah memiliki ketakjuban maka jangan tanya jika kami sedang memandang sebuah keluarga yang punya radio, punya sepeda dan malah punya warung makan. Tak pasti sebulan sekali keluarga kami bisa membeli sekadar nasi bungkus dari warung itu. Betapa beruntung seseorang yang dilahirkan sebagai anak pemiliknya. Salah seorang di antara anak itu adalah teman sekolah saya. Dan kepadanya saya memandangnya bak anak seorang raja.

Apa yang sedang berlangsung di dalam diri saya saat itu? Kelaparan perut yang telah menjalar menjadi kelaparan mental. Di dalam struktur hidup, saya adalah pihak yang langsung menempatkan diri di landasan. Jika hidup adalah sebuah piramida, saya segera menganggap bagian paling bawah adalah tempat saya. Kebahagiaan pihak lain adalah sebuah panggung pertunjukkan dengan saya cuma sanggup menjadi penontonnya. Saat itu, hidup cuma berisi penderitaan seluruhnya. Begitu penuh saya tertelan oleh perasaan menderita itu hingga melupakan sebuah sudut kemiskinan yang ternyata berisi soal-soal yang saya syukuri di hari ini. Apa itu? Kegemaran memandang segala sesuatu dengan totalitas penghayatan. Inilah kemampuan yang menjadi pilar penting hidup saya di hari ini, yang akan saya ceritakan nanti.Kedua adalah kenyataan saya sebagai laki-laki yang tubuhnya tetap saja sementara teman-teman lain terus meninggi. Fakta ini pada mulanya hanya melengkapi derita saya belaka. Tak peduli sesial apapun hidup orang lain, ia adalah orang yang beruntung jika sedikit saja lebih tinggi dari tubuh saya. Dan puncak penderitaan ini terjadi ketika saya jatuh cinta dan celakanya selalu dengan teman sekolah yang selalu lebih tinggi tubuhnya. Ada yang menyambut cinta saya cuma dengan tertawa ringan dan ada yang sebetulnya siap jadi pacar tapi lama-lama tertekan lalu tidak tahan dan memilih putus sebelum benar-benar nyambung.

Lengkap sudah modal derita saya waktu itu, tetapi janga lupa : lengkap juga modal totalitas saya menghayati sesuatu. Dua penderitaan itu adalah musibah besar sekaligus modal yang sama besarnya untuk membentuk hidup saya di hari ini yang akan saya ceritakan setelah saya melewati derita ketiga: yakni terlahir sebagai rakyat Indonesia.

Saya tumbuh di sebua Orde ketika negara ada dalam kemampuan semu. Pembangunan tumbuh cepat tanpa saya tahu bahwa itulah pembanguan yang dibayai oleh hutang. Dan setengah dari hutang itu ternyata cuma bocor di kantong-kantong pribadi yang membuat negara tumbuh dipenuhi ironi. Negara yang banyak hutang di satu sisi ini adalah juga negara yang hendak mengamankan diri dengan memagari diri dengan membuat tekanan di sekujur lini. Bahkan berimajinasi pun tak bebas lagi. Hasilnya kesenian di sekitar saya berlangsung kering dan setengah hati. Film-film buruk dan daya kreasi mampat sama sekali. Hidup sebagai orang miskin, tanpa tinggi badan memadai dan sebagai rakyat kecil di sebuah negara yang dipenuhi korupsi, adalah derita yang sempurna.

Tetapi di hari ini, tiga modal penderitaan itulah juga yang membuat saya merasa memiliki tiga modal hidup dengan kekuatan setara. Makin besar derita saya, makin besar modal hidup saya. Itulah kenapa Uni Soviet malah memiliki banyak pemenang Nobel di saat politik negara sedang begitu buruknya. Modal derita itu, jika benar arahnya, akan menjadi aset tak terkira. Saya tidak ingin mengatakan bahwa untuk memiliki aset, seseorang harus lebih dulu menderita. Tidak. Saya Cuma ingin menegaskan bahwa tidak ada yang harus ditakuti dari sebuah derita jika seseorang memang harus menghadapainya.

Kini saya merasa, penghayatan saya atas sebuah konteks menjadi baik sekali. Kemampuan membaca keadaan itu, setahu saya lalu menjadi refleks. Jika seorang sedang butuh didengar saya akan menjadi pendengar. Tapi jika mereka sedang memerlukan saya bicara, saya akan bicara. Dari membiasakan diri mendengar dan bicara sesuai konsteksnya ini saja, membuat hidup saya berubah. Begitu sebuah kemampuan membuahkan hasil, saya jadi bergairah mengembangkan kemampuan berikutnya. Begitulah memang watak manusia. Begitu penyulutnya tiba, ia akan terbakar dengan segera karena memang tersedia bahan bakar tak terkira jumlahnya di dalam jiwa kita.

Model derita itulah yang kemudian membakar saya. Dalam periode terbakar ini berubahlah segala peta hidup. Yang saya maksud perubahan itu tidak selalu harus buru-buru dikaitkan bahwa sekarang saya sudah kaya raya, misalnya (walau tanda-tanda untuk itu ada). Kekayaan material itu, bagi pribadi yang sudah terbakar hanya soal hitung-hitungan sederhana. Tetapi saya ingin mendahulukan kekayaan mental. Pada saat itulah, jika Anda mulai ada di tahapan ini, pribadi Anda akan mulai menjadi magnet. Tak perlu menjadi selebriti untuk punya magnet seperti ini, tetapi secara substansial Anda adalah seorang selebriti kehidupan walau wajah Anda tak pernah disorot televisi.

Lalu siapa yang harus mewaspadai derita yang pernah saya alami itu? Terutama adalah anak muda. Adalah keliru jika penderitaan mereka hanya bersumber dari kemiskinan, tinggi badan dan semacamnya. Penderitaan anak muda ternyata jauh melampaui batas-batas itu karena di dalam usia remajalah berlangsung apa yang disebut masa gelap orientasi. Di saat itulah seluruh soal bisa terlihat sebagai derita dan anak-anak muda itu harus diberi tahu, bahwa pandangan itu sungguh sangat menipu.

Semarang 29 Agustus 2009

Tuesday, September 29, 2009

Karena CINTA (Istri n Anak)

Ternyata begitu lama tulisan ini terputus n mandeg ngga update postingan. Asyik 'berproses' jadinya postingan terabaikan.

Salah satu pertimbangan aku resign dari kantor dulu, pingin lebih berkah. Waduh ... kok kayaknya sok bersih banget. Repotnya terkadang di masyarakat kita pingin bersih dibilang sok, bersikap jujur dibilang 'terlalu lurus' ... he he lurus kok dibilang terlalu, ato mungkin karena sudah begitu banyak yang bengkok sehingga yang lurus terlihat beda bahkan mungkin aneh, ngga umum ...

Sueeer ... terasa ngga nyaman ketika penyakit karyawan kumat, tiap ngumpul temen ngrasani bos, ngrasani kerjaan, merasa ngga imbang kerjaan n gajian. Implikasinya sering nyuri2 waktu n fasilitas untuk hal lain di luar kerjaan, entah komputer, internet, telepon dll.

Padahal semuanya kan nanti ada pertanggungjawaban. Ke Bos ato owner gampang aja, tokh mereka ngga tahu tiap detik n menitnya, tapi pertanggungjawaban ke Yaa Rabb sekecil apapun ngga akan ada yang terlewat. Nah.. ketika semuanya berusaha aku ganti dgn rintisan usahaku sendiri, Insya Allah pertanggungjawabanku hanya kepada Allah langsung.

Tak mudah menyampaikan alasan ini bahkan ke istri sekalipun yang sebenarnya saya belain. Reaksi pertama kaget ngga nyangka secepat itu, pinginnya 'amphibi' sampe semuanya 'siap'. Tapi pilhanku saat itu dah mantap dan Allah pun menyiapkan skenarionya begitu rapi n elegan. Ketika semua proses menuju lebih baik ini belum sepenuhnya mulus aku belum bisa banyak 'berjanji' lagi ke istri n anak. Kelak aku yakin mereka semuanya akan bener2 mengerti atas pilihanku itu, bahwa aku benar2 memilih demi mereka, setidaknya demi keberkahan mereka.

Hal lain, aku jadi lebih banyak punya waktu untuk mereka, walaupun sekarang malah jadi istriku yang lebih kurang punya waktu untuk kami, aku berusaha memaklumi sebagai pengorbanan dia demi cinta ke suami n anak juga ketika suaminya masih 'berproses' seperti saat ini.

Atas alasan keberkahan, kelonggaran waktu dan lainnya aku berusaha mewujudkan inilah bukti cintaku demi mereka. Dan akan terasa lebih lengkap jika wujud cintaku kepada mereka ini nantinya terimplikasi berupa materi yang lebih dibanding saat sebelum ini, semuanya hanyalah waktu aja ... aku yakin kok.

Luv u all, de Yeyen, Salma, n Nasywa semoga fantasi tentang rumah kita segera terwujud ...

Saturday, December 6, 2008

Karena CINTA I (Ibu)

(Tulisan ini mungkin agak panjang dan aku buat bersambung sebagai gambaran jawaban kenapa pada akhirnya aku akhir2 ini lebih konsen ke bisnis kuliner. Pertama karena alasan cinta Ibu, cinta Istriku, cinta anakku, dan terakhir cinta cashflow-nya he he)

Ketika bulan Dzulhijjah begini biasanya aku lebih banyak meneteskan air mata dibanding bulan2 yang lain. Ada catatan hutang besarku yang belum terbayar untuk Ibuku sampe beliau meninggal 13 Juni 2005 lalu (tepat satu bulan Bapak mertuaku meninggal 13 Mei tahun sama). Hutang tersebut adalah MEMBERANGKATKAN HAJI Bapak/Ibuku !. Ketika beberapa waktu lalu di televisi ada sinetron hikmah tentang tukang bubur yang berhasil memberangkatkan haji keluarganya, satu sisi aku geli (kebetulan sekarang aku juga jadi tukang bubur he he) sisi lain aku berharap aku bisa seperti cerita di sinetron tsb terlebih gambaran ibu yang diperankan Nani Wijaya mirip dengan gambaran ibuku keseharian apalagi kalo pake daster. Entah berapa kali sinetron yang digagas Ust. Yusuf Mansur tsb diputer aku ngga pernah bosan melihatnya, dan tetap istiqomah BERURAI air mata (mellooow banget!). Aku berharap siapapun yang membaca tulisan ini nantinya mampu mengamini niatku untuk tetap bisa membayar hutangku tsb kepada ibuku biarpun beliau telah tiada yang Insya Allah KHUSNUL KHOTIMAH. Ini permohonan serius, sehingga Insya Allah jika suatu saat aku telah membayar hutangku tsb tentulah jenengan semua teraliri keberkahan doanya. Amin yaa Rabbal 'alamiin...

Saat ini aku emang lebih konsen menekuni kuliner, dimulai Bubur Ayam Metropolis (ini lagi ancang2 nyari tempat untuk Metropolis-2 yang Insya Allah dibarengi kemunculan 'den Lembu; serba sapi). Ada beberapa alasan kenapa pada akhirnya aku lebih konsen ke kuliner, setelah perjalanan bisnisku yang lain. Salah satunya karena rasa cinta dan penghormatanku kepada Ibu. Lho ?!
Ya... penghormatanku ke Ibu !! Beliau yang banyak mengenalkanku tentang resep masakan, sampai saat ini aku merasa masakan beliau sik paling top markotop. Masakan dengan ditambahi bumbu ikhlas dan cinta beliau kepada keluarganya. Dengan begini aku merasa lebih mudah mengingat beliau, lebih merasa selalu dekat beliau, sebab seringkali aku dan istriku merasa beliau masih ada, terlebih kematian Ibu saat itu emang tidak didahului sakit seperti kebanyakan. Ibu meninggal dalam kondisi duduk di kursi, dalam kondisi BERWUDLU menjelang sholat maghrib, tanpa mengeluh sakit sebelumnya kecuali sakit rematik di lutut. Subhanallah...Insya Allah itu berkah keistiqomahan Ibu tirakat, puasa sunnah dan sholat malam beliau. Doa beliau terkabul, 'ketika ajal menjemput tidak ingin sakit terlebih dulu hingga merepotkan orang lain' Pingin rasanya kelak !

Alhamdulillah dua hari sebelumnya aku sempat memaksa pulang kampung bareng dengan Salma anakku. Emang sejak merantau sekolah SMA ke Jogja, tiap aku merasa teringat-ingat Ibu biasanya aku harus segera memaksa diri untuk pulang. Sebab kalo ngga biasanya entah aku yang sakit, atau malah celaka. Ini aku titeni (ingat) betul. Kalo pas begitu biasanya emang Ibu merasa kangen banget.
Saat itu rasa kangen ke Ibu muncul lagi. Setelah mendaftarkan anakku sekolah, sebenarnya posisi keuangan kosong sebab habis untuk bayar sekolah juga kontrakan. Bahkan untuk biaya pulang pergi berdua pas banget, makanya istriku sempat mengusulkan untuk menunda dulu sampe habis gajian, dia ngga enak kalo pulang nanti ngga 'ninggalin'. Nyampe ke Cepu, Bapak-Ibu sehat2 aja. Dua hari aku di sana, anakku minta ditinggal nanti diantar ponakanku. Hari Senin aku pamit ke Jogja lagi, hari Rabu aku ditelpon ponakanku mengabarkan Ibu meninggal.
Lho kok jadi cerita Ibu meninggal, ga papa biar Pembaca lebih punya gambaran.

Mungkin aku merasa menemukan passion di sini, walaupun aku sendiri ngga pernah merasa menyesal dengan semua perjalananku selama ini. Dan aku juga ngga peduli ketika aku dianggap ngga fokus hingga dianggap cuma dapet upil sekalipun. Aku mendasari semua perjalananku dalam pencarian ilmu dan hikmah. Sekali lagi ketika duit belum sepenuhnya aku dapatkan, maka minimal aku harus dapat ilmu dan hikmahnya. Hingga aku merasa semua perjalanan tersebut tidak sia-sia.

Bubur Ayam Metropolis adalah langkah awal aku memulai kuliner, dan Insya Allah prospeknya bagus (siap buka cabang baru nyari tempat yang prospek, setelah yang di Pakem di-pending), termasuk nantinya aku arahkan untuk model jual paket. Bersama temen, setelah BAM Insya Allah segera disusul paket yang lain. Ini salah satu wujud ungkapan cintaku ke Ibu, aku merasa lebih dekat ke Ibu, lebih mudah mengingat Ibu, dan hasil semua ini semoga nantinya mampu membayar hutangku ke Ibu : IBADAH HAJI. Amin yaa Rabbal 'alamiin.

(Bersambung : Karena Cinta II (Istriku))

Tuesday, December 2, 2008

Karena CINTA (intro)

Siang ini rasanya 'gatel' pingin nulis, lumayan waktu juga ga update blog.

Salah satu hal yang sangat mengasyikkan setelah resign dari kerja kantoran adalah aku mempunyai waktu bebas kemana aku pingin tanpa terganggu harus manut jadwal kantor. Pagi ini setelah nganter istri ke kantor berlanjut mampir Soto Ayam DALBIE di samping Telkomsel depan Bank Lippo Jl Sudirman (ini soto ayam paling JOSZ markojoz yang aku jumpai selama aku betah di Jogja, sebenere pernah aku ditawari resepnya 'maklum koneksi Gunungkidul-an' he he, tempatnya relatif sempit tapi ngantrinya...oya biasanya jam 1-an siang dah habis 25-30an ayam kampung jago!!! opo ora top markotop, lho kok malah promo soto ayam !!).
Selesai sarapan aku menuju Gramedia untuk baca2 (kalo tahu ayahnya ke Gramedia biasanya Salma sulungku akan protes kok ga ngajak2, padahal kalo sama dia biasanya 3 jam blm cukup).

Cape dari Gramedia aku nerusin hunting tempat nggo outlet Bubur Ayam Metropolis-2, karena danane rd cupet jadi nyarinya agak terbatas. Sementara konsentrasinya sekitaran kampus terpadu UII Jl. Kaliurang atau sekitaran Jl. Monjali deket Pom Bensin. Pandongane aja semuanya.

Mungkin aku blm pernah menjelaskan kenapa akhir2 ini aku lbh konsen ke kuliner dibanding tas natural dan sleeve laptopku yang lbh dulu muncul. Agak panjang cerita dan pertimbangannya, mungkin di postingan yang lain Insya Allah aku tulis. Yang ga tahu pertimbangannya mungkin akan menjustifikasi aku ga fokus, ming entuk 'upil' atau pun 'upo' (butiran nasi).

Setiap usaha yang aku lakukan, Insya Allah aku selalu mendasari diri dengan pencarian ilmu. Artinya ketika suatu saat mungkin duitnya ga dapet, minimal aku harus dapet ilmune, apapun ilmune. Dan berlatih tafakur ilmu hikmah. Jadi Insya Allah aku ga pernah merasa sia2 langkahku. Bawa ilmu ga berat, kalo pun belum kepake sendiri, ketika diamalkan ke orang lain Insya Allah nilainya akan beda.

Di samping ilmu, Insya Allah aku akhir2 ini mantap mengembangkan kuliner karena CINTA (ceile..). Bener karena cinta!!. Cinta kepada istriku, kpd anak2ku, alm. ibuku .... detailnya Isya Allah di tulisan yng lain.

Salam sukses !!!

Tuesday, February 26, 2008

Jangan Pernah Setori Saya

Semoga kutipan dibawah ini menjadi berita yang menggembirakan untuk perkembangan Indonesia ke depan dan kita doakan beliaunya selalu dilimpahi keberkahan dari-Nya, hingga keberkahannya juga menular kepada yang lain :

Pikiran Rakyat, Edisi 10 Februari 2008
RABU (30/1) lalu, Kapolda Jabar Irjen Pol. Drs. Susno Duadji, S.H.,M.Sc., mengumpulkan seluruh perwira di Satuan Lalu Lintas mulai tingkat polres hingga polda. Para perwira Satlantas itu datang ke Mapolda Jabar sejak pagi karena diperintahkan demikian. Pertemuan itu baru dimulai pukul 16.00 WIB. Dalam rapat itu, kapolda hanya berbicara tidak lebih dari 10 menit. Meski dilontarkan dengan santai, tetapi isi perintahnya "galak" dan "menyentak". Saking "galaknya", anggota Satlantas harus ditanya dua kali tentang kesiapan mereka menjalani perintah tersebut.

Isi perintah itu ialah tidak ada lagi pungli di Satlantas, baik di lapangan (tilang) maupun di kantor (pelayanan SIM, STNK, BPKB, dan lainnya). "Tidak perlu ada lagi setoran-setoran. Tidak perlu ingin kaya. Dari gaji sudah cukup. Kalau ingin kaya jangan jadi polisi, tetapi pengusaha. Ingat, kita ini pelayan masyarakat. Bukan sebaliknya, malah
ingin dilayani," tutur pria kelahiran Pagaralam, Sumatera Selatan itu.

Pada akhir acara, seluruh perwira Satlantas yang hadir, mulai dari pangkat AKP hingga Kombespol, diminta menandatangani pakta kesepakatan bersama. Isi kesepakatan itu pada intinya ialah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang tepat waktu, tepat mutu, dan tepat biaya.

Susno memberi waktu tujuh hari bagi anggotanya untuk berbenah, menyiapkan, dan membersihkan diri dari pungli. "Kalau minggu depan masih ada yang nakal, saatnya main copot-copotan jabatan," kata suami dari Ny. Herawati itu.
Pernyataan Susno itu menyiratkan, selama ini ada praktik pungli di lingkungan kepolisian. Hasil pungli, secara terorganisasi, mengalir ke pimpinan teratas. Genderang perang melawan pungli yang ditabuh Susno tidak lepas dari perjalanan hidupnya sejak lahir hingga menjabat Wakil Kepala PPATK (Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan). PPATK adalah sebuah lembaga yang bekerja sama dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menggiring para koruptor ke jeruji besi.

Berikut petikan wawancara wartawan "PR" Satrya Graha dan Dedy Suhaeri dengan pria yang telah berkeliling ke-90 negara lebih untuk belajar menguak korupsi. Apa yang membuat Anda begitu antusias memberantas pungli atau korupsi? Saya anak ke-2 dari 8 bersaudara. Ayah saya, Pak Duadji, bekerja sebagai seorang supir. Ibu saya, Siti Amah pedagang kecil-kecilan. Terbayang 'kan betapa sulitnya membiayai 8 anak dengan penghasilan yang pas-pasan. Oleh karena itu, saat lulus SMA saya memilih ke Akpol karena gratis.

Nah, waktu sekolah, kira-kira SMP, saya punya banyak teman. Beberapa di antaranya dari kalangan orang kaya, seperti anak pejabat. Sepertinya, enak sekali mereka ya, bisa beli ini-itu dari uang rakyat. Sejak itulah, terpatri di benak saya, ada yang tidak benar di negara ini dengan kemakmuran yang dimiliki oleh para pejabat. Maka, saya sangat bersyukur bisa berperan memberantas korupsi saat mengabdi di PPATK. Itulah tugas saya yang paling berkesan selama ini karena bisa menjebloskan menteri, mantan menteri, dan direktur BUMN, yang memakan uang rakyat. Ada kepuasan batin. Pengalaman di PPATK itukah yang membuat Anda menabuh genderang perang melawan pungli saat masuk ke Polda Jabar?

Seperti itulah. Akan tetapi, harusnya diubah, bukan pungli. Kalau pungli, terkesan perbuatan itu ketercelaannya kecil. Yang benar adalah korupsi. Pungli adalah korupsi. Mengapa korupsi yang saya usung? Karena sejak zaman Majapahit dulu, korupsi itu salah. Apalagi, jika aparat hukum yang korup. Bagaimana kita, sebagai aparat hukum, bisa memberantas korupsi kalau kitanya sendiri korupsi.

Oleh karena itu, sebagai tahap awal, saya "bersihkan" dulu di dalam, baru membersihkan yang di luar. Bagaimana saya mau menangkap bupati, direktur, dan lain-lain kalau di dalamnya belum bersih dari korupsi. Kalau aparatnya korupsi, tamatlah republik ini.

Tahap awalnya biasa saja. Umumkan, lalu periksa ke atasan tertingginya, yaitu saya, selanjutnya keluarga saya. Setelah itu pejabat-pejabat di Polda. Baru kemudian ke kapolwil, kapolres, dan seterusnya.

Kenapa harus dimulai dari saya. Karena saya pimpinan tertinggi di Polda Jabar ini. Ingat, memberantas korupsi bukan dimulai dari polisi yang bertugas di jalan raya. Kalau di pemerintah, bukan dari tukang ketik, atau petugas kecamatan yang melayani pembuatan akte kelahiran.. Akan tetapi, dimulai dari pimpinan tertinggi di kantor itu. Artinya, saya sebagai pimpinan jangan korupsi. Bentuknya macam-macam, seperti mendapat setoran dari bawahan, setoran dari pengusaha-pengusaha, mengambil jatah bensin bawahan, atau mengambil anggaran anggota saya. Oleh karena itu, saya tidak akan minta duit dari dirlantas, direskrim, atau kapolwil. Tidak juga mengambil anggaran mereka, atau uang bensin mereka.

Jadi, kalau di provinsi, misalnya, ada korupsi, yang salah bukan karyawannya, tetapi gubernurnya. Memberantasnya bagaimana? Mudah saja. Tinggal copot saja orang tertinggi di instansi itu. Untuk program "bersih-bersih" itu, kira-kira Anda punya target sampai kapan? Secepatnya. Ya, dua-tiga bulan. Kalau tidak segera, bagaimana kita menunjukkan kinerja kepada rakyat. Kita tidak perlu malu dan takut nama kita jatuh kalau bersih-bersih dari korupsi di dalam. Kita tidak akan jatuh merek dengan menangkap seorang kolonel polisi atau polisi berbintang yang korupsi. Kalau perlu, tulis gede-gede itu di koran. Dan, anggota saya yang ketahuan korupsi, akan saya pecat. Jika memang saya harus kehabisan anggota saya di Polda Jabar karena semuanya saya pecat gara-gara korupsi, kenapa tidak. Apa yang harus ditakutkan.
Saya yakin, rakyat pasti senang kalau polisi bebas dari korupsi. Polisi itu bukan milik saya, tetapi milik rakyat. Saya justru merasa lebih tidak terhormat kalau memimpin kesatuan yang anggotanya banyak korupsi. Berbicara soal penanganan kasus korupsi. Betulkah mengusut kasus korupsi bagaikan mengurai benang kusut. Pasalnya, para penyidik tipikor Polda Jabar mengaku kesulitan mengungkap kasus korupsi dengan alasan perlu kajian yang mendalam atas bukti-bukti sehingga memakan waktu lama?

Hahaha.... (Susno tertawa lepas). Mengusut kasus korupsi itu jauh lebih mudah ketimbang mengusut kasus pencurian jemuran. Mengungkap kasus pencurian jemuran perlu polisi yang pintar karena banyak kemungkinan pelakunya, seperti orang yang iseng, orang yang lewat, dan beberapa kemungkinan lainnya.
Kalau kasus korupsi, tidak perlu polisi yang pintar-pintar amat. Misal, uang anggaran sebuah dinas ada yang tidak sesuai. Tinggal dicari ke mana uangnya lari. Orang-orang yang terlibat juga mudah ditebak. Korupsi itu paling melibatkan bosnya, bagian keuangan, kepala projek, dan rekanan. Itu saja. Jadi, kata siapa sulit? Sulit dari mananya. Tidak ada yang sulit dalam memberantas korupsi. Kuncinya hanya satu, kemauan yang kuat. Harus diakui, itu (memberantas korupsi) memang susah karena korupsi itu nikmat. Apalagi, saat memegang sebuah jabatan. Contohnya saja posisi kapolda. Siapa sih yang tidak mau jadi kapolda.
Ibaratnya, tinggal batuk, apa yang kita inginkan langsung datang. Pertanyaannya, mau atau tidak terjerumus di dalamnya (korupsi). Kalau saya, jelas tidak. Itu hanya kenikmatan duniawi sesaat saja. Untuk apa sih duit banyak-banyak hingga tidak habis tujuh turunan. Gaji saya saja
sekarang sudah besar. Mobil dikasih. Bensin gratis. Ada uang tunjangan ini-itu. Sudah lebih dari cukup. Anak-anak saya juga sudah kerja semua. Bahkan, gajinya lebih besar dari saya.

Lalu, langkah apa yang akan Anda buat agar Polda Jabar giat mengungkap kasus korupsi?
Seperti saya katakan tadi, bersih-bersih dulu di dalam. Jika sudah bersih di dalam, baru membersihkan di luar. Dan kasus korupsi akan menjadi salah satu target kami. Kami akan genjot pengungkapan kasus korupsi biar Jabar bergetar. Untuk itu, kami akan berkoordinasi dengan PPATK untuk mengusut kasus-kasus korupsi di Jabar yang melibatkan pejabat publik. PPATK pasti mau membantu asalkan anggota saya bersih dan bisa dipercaya. Kita juga bisa diberi kasus-kasus. Kalau tidak bersih dan tetap "bermain" bagaimana bisa dipercaya. Kalau orang sudah percaya sama kita, maka banyak kasus yang masuk.

Akan tetapi, bukan karena basic saya di korupsi sehingga korupsi digenjot. Kasus lainnya juga dikerjakan. Dan, untuk itu harus tertib administrasi, salah satunya dengan membuat sistem pelaporan perkara berbasis IT yang terintegrasi dari polsek hingga ke polda. Untuk apa?
Agar kita tahu setiap ada perkara yang masuk. Jadi, alangkah bodohnya seorang kapolda jika tidak mengetahui jumlah perkara di jajarannya. Kalau jumlahnya saja tidak tahu, bagaimana tahu isi perkaranya. Dalam sistem pelaporan perkara tersebut, nantinya ada klasifikasi perkara. Perkara mana yang porsinya polda, polwil, polres, dan polsek. Untuk polda, misalnya kasus teror dan korupsi. Soal laporboleh di mana saja. Kita juga harus mempertanggungjawab kan hal itu ke pelapor dengan mengirim surat kepada pelapor bahwa kasusnya ditangani oleh penyidik
ini, ini, dan ini. Kemajuannya dilaporkan secara berkala. Ini akan menjadi standar penilaian untuk penyidik. Dan kapolda mengetahui semua ini karena sistemnya ada sehingga tidak pabaliut. Saya paling tidak suka yang pabaliut-pabaliut. Mungkin, bagi sebagian orang, pabaliut itu enak karena sesuatu yang tidak tertib administrasi itu paling enak untuk diselewengkan. Benar tidak?

Langkah Anda memberantas pungli dan korupsi di tubuh Polda Jabar kemungkinan akan memberi efek pada pengungkapan kasus dengan alasan anggaran yang minim. Menurut Anda?
Kalau kita pandang minim, pasti minim terus. Kapan cukupnya. Kalau anggaran sudah habis, jangan dipaksakan memeras orang untuk menyidik. Mencari klien yang kehilangan barang di sini, memeras di tempat lain. Siapa yang suruh? Bilang saja sama rakyat, anggaran kita sudah habis untuk menyidik. Kita tidak perlu sok pahlawan. Perilaku memeras atau menerima setoran itu zaman jahiliah. Tidak perlu ada lagi anggota setor ke kasat lantas atau kasat serse, lalu kasat
serse setor ke kapolres, dan kapolres setor ke kapolwil untuk melayani kapolda. Jangan pernah setori saya. Lingkaran setan itu saya putus agar tidak ada lagi sistem setoran.
Bukan zamannya lagi seorang kapolsek, kapolres atau kapolwil bangga karena mampu membangun kantornya dengan megah. Dari mana duitnya kalau bukan dari setoran orang-orang yang takut ditangkap, seperti pengusaha judi, dan penyelundupan. Tidak mungkin dari gaji, wong gajinya hanya Rp 5-6 juta.
Menurut saya, anggota yang melakukan itu hanya satu alasannya, ingin kaya. Kalau ingin kaya, jangan jadi polisi, tetapi jadilah pengusaha. Sikap Anda tersebut kemungkinan memunculkan pro dan kontra di lingkungan kepolisian? Lho, kenapa harus jadi pro dan kontra. Peraturannya sudah jelas mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh. Korupsi jelas-jelas dilarang dan ancamannya bisa dipecat. Jadi, tidak perlu diperdebatkan. Titik.
Bagi saya, siapa yang menjadi pemimpin harus mau mengorbankan kenikmatan dan kepuasan semu. Nikmat dengan pelayanan, dengan sanjungan, serta nikmat dengan pujian palsu. Malu dong bintang dua jalan petantang-petenteng , tetapi anak buah yang dipimpinnya korupsi dan
memberikan pelayanan tidak sesuai dengan standar. Malu juga dong kita lewat seenaknya pakai nguing-nguing (pengawalan) , sementara rakyat macet. Itu juga korupsi. Polisi yang korup sama saja dengan melacurkan diri. Jadi, kalau saya korup dengan menerima setoran-setoran tidak jelas, apa bedanya saya dengan pelacur. ***